Friday, May 25, 2007

Persatuan Menurut Sunnah

Persatuan Menurut Sunnah
Dr. Mahdi Sane’i
(Professor Teologi Mashad University – Iran)


Persatuan, persamaan, dan persaudaraan merupakan nilai-nilai fundamental yang menjadi fondasi bagi perkembangan, kemajuan, dan kemakmuran suatu negara. Semua aliran dalam Islam menyatakan bahwa Nabi Saw telah berulang kali menekankan untuk memelihara persaudaraan dan rasa saling menghormati di antara sesama Muslim. Sejak awal, persatuan di antara sesama Muslim begitu diperhatikan oleh Nabi Saw. Bahkan setelah kemenangan Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini ra telah menetapkan minggu kelahiran Nabi Saw (12 s/d 17 Rabiul Awwal) sebagai “Minggu Persatuan”. Setiap tahunnya, minggu ini diperingati di Iran dan dunia Islam sebagai saat-saat untuk melakukan introspeksi, memperkuat, dan merayakan persatuan di antara sesama negara Islam.

Rasulullah Saw telah diutus Allah Swt dengan misi untuk meletakkan fondasi masyarakat yang bersatu, meneruskan sebuah tujuan bersama untuk menghapuskan segala bentuk ketidakadilan, rasialisme atau diskriminasi kelas. Dalam menunaikan tugas yang istimewa ini, Nabi Saw secara seksama merancang program yang sangat khas, yakni propaganda melalui akhlak pribadinya yang sempurna, yang sangat dia sarankan kepada setiap Muslim untuk mengikutinya. Program-program ini dibuat dengan tujuan membawa umat Islam kepada kemuliaan, kedamaian, kemajuan, dan keamanan sebagai perwujudan dari ayat Quran berikut ini: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang yang beriman.”

Berikut ini beberapa prinsip yang diperkenalkan oleh Nabi Saw untuk merealisasikan misi yang mulia tersebut. (1). Nabi Saw merupakan contoh kesempurnaan kasih sayang dan belas kasihan terhadap seluruh alam semesta. Bukan hanya berbuat baik dan cinta kepada umat Islam, tetapi juga ketika berhubungan dengan mereka yang non-Muslim, bahkan terhadap musuh-musuhnya dia bertingkah laku mulia dan lemah lembut, sedemikian rupa sehingga mereka memperlihatkan ketertarikan serta kecenderungan kepada Islam dan menciptakan kedamaian di antara beberapa komunitas. Lagipula, meskipun mereka tidak memeluk Islam, paling tidak, mereka akan mempelajari sopan santun dan kemuliaan dari Nabi Saw, sehingga secara konsekuen mereka akan menjauhkan diri dari perilaku yang tidak manusiawi, kekejian, dan kekejaman terhadap sesama, agar dapat menjamin kedamaian bersama. Pendekatan Nabi Saw sangatlah berbudi sehingga dia tidak akan pernah mengutuk, bahkan terhadap penganut politeisme.

Diriwayatkan bahwa suatu saat Nabi Saw diminta untuk menjatuhkan kutukan pada kaum kafir., tetapi dia menolak dan kemudian bersabda: “Aku tidak diutus untuk menimpakan bencana bagi suatu kaum, tetapi aku diutus sebagai rahmat bagi alam semesta.” (Shahih Muslim, vol. 8, p. 24). Nabi Saw memiliki akhlak mulia dalam tingkah lakunya dengan kaum kafir, sedemikian rupa sehingga suatu kali dia memberikan bantuan keuangan bagi sekelompok orang Yahudi yang diambil dari milik pribadinya sendiri (Kitabul Usul, p. 605).

Islam melihat segala permasalahan dari berbagai perspektif dan bermaksud untuk menciptakan persahabatan dan hubungan dekat di antara semua komunitas umat manusia, baik Muslim maupun non-Muslim, dengan tujuan untuk membebaskan kemanusiaan dari setan-setan kebencian, dendam serta keberadaan yang harmonis antara satu dengan yang lain. Jadi, semua tradisi Nabi Saw mengajarkan kepada kita tentang sensitifitas dan nilai-nilai kemanusiaan, menuntun kita untuk memiliki hubungan yang baik dan didasarkan kepada kasih sayang, bahkan terhadap kaum kafir sekalipun.

Lagi pula, Nabi Saw selalu menekankan tentang persaudaraan dan persatuan di antara umat Islam. Berdasarkan ajaran ini, dapat dikatakan bahwa siapa saja yang menciptakan perpecahan dan kebencian di antara sesama Muslim demi kepentingan pribadi dan duniawi, telah mengkhianati perintah Nabi Saw yang sangat dasar ini. Tentunya, Nabi Saw hanya menyampaikan apa yang diperlihatkan kepadanya oleh Allah Swt. Ketidakpatuhan dan ketidakpedulian terhadap perintah yang mulia ini pasti akan dipertanyakan Allah Swt saat hari penentuan.

Yang ke-(2) adalah umat Islam sebagai satu kesatuan tubuh. Nabi Saw telah meletakkan kriteria yang membedakan secara jelas antara Muslim dan kafir. Secara khusus, hal ini juga berarti untuk menjaga diri dari infiltrasi yang mengakibatkan perselisihan dan perpecahan di antara Muslim. Dalam Sunnah-nya, Nabi Saw bersabda: “Seseorang yang menyatakan ‘La ilaha illa Allah’, dan menerima kiblat kita sebagai kiblatnya, dan memakan makanan halal, maka ia Muslim. Dan semua hukum Islam, diwajibkan atasnya.” (Shahih Bukhari, vol 1, p.103).

Pada zaman ini, ketika teknologi, komputer, ilmu tingkat lanjut, dan komunikasi berkembang pesat, kebenaran tidak dapat disembunyikan lagi dari manusia modern. Jadi, inilah saat yang tepat bagi penganut berbagai aliran dalam Islam untk duduk bersama dan melihat kembali pesan yang nyata dari Islam dan Nabinya Saw.

Merupakan perbuatan sia-sia, meskipun sebagai pecinta Allah Yang Esa dan pengikut Nabi serta mempunyai agama yang sama yang telah terbagi ke dalam berbagai aliran karena perbedaan-perbedaan biasa, menolak untuk bertemu satu sama lain dan menyebut satu sama lain sebagai kafir. Apakah itu adil? Khususnya, ketika memperhatikan bahwa semua aliran besar dalam Islam tidak memiliki perbedaan dalam prinsip-prinsip dasar Islam? Selama hidupnya, Nabi Saw telah memperlihatkan begitu pentingnya nilai-nilai persatuan dan persaudaraan, dia telah menyatakan dengan tegas bahwa setiap Anshar (di Madinah) mengangkat satu orang Muhajirin sebagai saudaranya (A’yan al-Shi’a, vol. I, p. 236; Siratul Nabawiyeh of Ibn-e Hisham, vol. 2, p. 150).

Demikian pula yang ke-(3) adalah bahwa semua hukum kemasyarakatan Islam dan tradisi Nabi Saw, seperti memberi salam, menjabat tangan, tersenyum, melaksanakan shalat Jumat, semuanya bermaksud untuk memelihara persaudaraan, kehangatan, kedekatan dan empati di antara sesama Muslim. Dengan kata lain, segala perilaku buruk seperti kecurigaan, pengkhianatan, arogansi, fitnah, kebohongan, dan sebagainya dilarang. Hal ini dilakukan untuk menjaga diri dari ketidakamanan, perpecahan, dan pertentangan di antara saudara seiman.

Sekarang mari kita lihat beberapa sunnah Nabi Saw untuk melihat lebih jauh pesan-pesan persaudaraan dan persatuan yang dibawa Nabi Islam Saw dalam sabda-sabdanya:

a). “Islam memberi perhatian yang besar terhadap kehormatan dan martabat orang-orang beriman. Oleh sebab itu, tidak seorang pun diperkenankan untuk merendahkan martabat saudaranya.” (Al-Matajir, Sheikh Ansari, p. 40)

b). “Segala sesuatu yang menjadi hak milik Muslim harus dihormati sewajarnya oleh semua Muslim.” (Bihar al-Anwar, vol. 77, p. 160)

c). “Hindarilah olehmu kecurigaan, menyebar fitnah, mematai-matai orang lain, dan kecemburuan. Janganlah kamu memelihara dendam atau memutuskan ikatan persaudaraan. Wahai hamba Allah! Sebarkanlah hubungan persaudaraan di antara satu dengan yang lain.” (Usul-e Kahfi, vol. 3, p. 254)

d). “Mohonkanlah bagi semua Muslim apa yang kamu harapkan bagi dirimu, dan jangan kamu mengharapkan sesuatu dari yang lain apa yang kamu benci bagi dirimu.” (Shahih Bukhari, vol. I, p. 9)

e). “Tidaklah baik bagi seorang Muslim untuk menyimpan ketidakrelaan dan mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Yang terbaik di antara kamu adalah dia yang memulai menjalin hubungan dan memberi salam kepada saudaranya yang Muslim.” (Shahih Muslim, vol. 16, p. 115)

Apabila kita menyebut diri kita sebagai Muslim dan pengikut Nabi Saw, kita memiliki tanggung jawab untuk mematuhi perintah-perintah dan sunnah-nya, baik dalam pikiran, perkataan, serta perbuatan. Apalagi ini merupakan jalan yang ditunjukkan melalui Nabi Saw yang menyebarkan firman-firman Allah dan pesan-pesan Islam, kita ditugaskan untuk mengikuti langkah-langkahnya.

Yang tidak dapat dilupakan, bahwa salah satu kondisi awal yang penting bagi kemajuan adalah persatuan dan kerja sama. Oleh sebab itulah, saat Nabi Saw memapankan pemerintahannya di Madinah, secepat mungkin dia menjadikan persatuan dan persaudaraan Islam sebagai dasar dan karakter politiknya. Sejarah mencatat, kebijakan politik persatuan inilah yang menyebabkan Nabi Saw berhasil menciptakan kekuatan, keteraturan, dan masyarakat beradab dari banyak suku yang berperang dalam waktu yang sangat singkat.

Islam diutus untuk menciptakan perdamaian, kemakmuran, dan menjadi penyelamat umat manusia. Oleh sebab itu, sangatlah malang apabila seseorang yang telah dianugerahi Islam serta menjadi pengikut dari Nabi Saw yang pengasih dan penyayang, tetap berada di jalur ketidakpedulian, perpecahan, dan ketidakadilan.[]

(Diterjemahkan dari Unity in Sunnah dalam Mahjubah oleh SKD Utari)

No comments: