Friday, May 25, 2007

Revolusi Islam Iran dan Persatuan Dunia Islam


Revolusi Islam Iran dan Persatuan Dunia Islam

Dalam beberapa hari ini bangsa Iran sedang merayakan kemenangan Revolusi Islam dan berdirinya Republik Islam Iran. Namun demikian sesungguhnya perayaan kemenangan ini tidak terbatas bagi bangsa Iran saja, melainkan juga bagi dunia Islam, karena gerakan besar ini membawa misi mengajak seluruh warga dunia untuk berjalan ke arah spritualitas dan mengenyahkan segala bentuk ketidakadilan di muka bumi.

Revolusi Islam Iran memiliki esensi budaya yang komprehensif yang dapat mempengaruhi seluruh budaya di dunia. Sebab, kejayaan revolusi Islam merupakan kemenangan ajaran Ilahi di hadapan budaya-budaya buatan manusia, yang malah akan membawa manusia kepada kehancuran, antara lain budaya liberalisme dan materialisme. Pemikiran Ilahiah yang diimplementasikan oleh Revolusi Islam Iran adalah pemikiran yang mengajak dunia Islam untuk menuju kemuliaan dan kemapanan Islam.

Revolusi Islam Iran meneladani pemerintahan Rasulullah Muhammmad Saww, yang mempunyai serangkaian spesifikasi tersendiri, antara lain menyerukan spirit keimanan dan spritual, menerapkan keadilan, mewujudkan kemuliaan dan kemapanan, menghargai ilmu dan ma’rifat, menjadikan masyarakat sebagai landasan, serta menjunjung perjuangan di jalan kebenaran. Imam Khomeini sebagai pemimpin revolusi ini, selain memposisikan persatuansebagai strategi untuk meraih kemenangan, juga menjadikannya sebagai titik sentral dalam gerakannya.

Dalam perjuangannya, Imam Khomeini membidik pusat-pusat kefasadan sebagai sasaran utamanya dan menitikkan perhatian terhadap perilaku arogan yang memberangus kebebasan. Imam Khomeini juga menilai persatuan dan persaudaraan sebagai kenikmatan dari Allah Swt yang luar biasa. Beliau berkata, “Persaudaraan, kesamaan langkah, dan rasa sehati merupakan kenikmatan besar dari Tuhan. Rasa ini harus hidup di tengah-tengah ummat Islam. Untuk menumbuhkan rasa persatuan dan persaudaraan itu, semua bangsa muslim berkewajiban menghindari segala perpecahan dan biang perselisihan. Selain itu, semua bangsa juga berkewajiban meleburkan perbedaan-perbedaan kecil demi persatuan.

Persatuan adalah kenikmatan dari Allah dan semua muslim harus berusaha melindungi nikmat ini agar tidak tercabut dari tengah dunia Islam. Dalam Surat Ali Imran ayat 103, Allah SWT berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati-hatimu lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara…”

Tak bisa dipungkiri, masyarakat selalu diwarnai dengan perbedaan. Misalnya, perbedaan dalam aspek pengetahuan merupakan hal yang wajar terjadi di kalangan para pakar. Di antara dua orang pemikir sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat dalam hal-hal yang spesifik. Karena itu, kita bisa membagi dua bentuk perbedaan, yaitu logis dan tidak logis. Perbedaan yang logis dapat meningkatkan kemajuan pemikiran dan ilmiah dalam konteks persaingan yang konstruktif. Akan tetapi, sayangnya, perbedaan yang seringkali terjadi di tengah kaum muslimim sepanjang sejarah sarat dengan tendensi untuk mencapai kekuasaan dan kepentingan, dan hal ini dikategorikan sebagai perbedaan yang tak logis.

Pada prinsipnya, Islam sama sekali tak menghendaki para pemikir mencapai kesamaan konklusi. Islam selalu menekankan umatnya agar terus berusaha membahas masalah dan mengambil langkah yang besar. Sikap jumud dan tidak mau melakukan evaluasi atau eksplorasi dalam dunia ilmu justru ditentang oleh Islam. Itulah sebabnya Imam Khomeini selalu mengajak para pemikir Islam untuk menghindari segala bentuk fanatisme yang tak logis. Menurut Imam Khomeini, bimbingan Islam telah melahirkan para pemikir besar seperti Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rushd, Maulavi, dan Sadrul Muta’alihin yang menyumbangkan pemikiran besar mereka di bidang ilmu bumi, ketuhanan, astronomi, matematika, kimia, atau kedokteran. Di bidang fiqih, para pakar fiqih baik Sunni maupun Syiah membahas berbagai masalah agama dengan sudut pandang masing-masing, dan mereka saling berbeda pandangan dalam sebagian masalah. Namun, perbedaan pandangan di antara dua madzhab ini sama sekali tak boleh menimbulkan konfrontasi yang membahayakan.

Dalam rangka mengajak ummat Islam untuk mewujudkan persatuan, Imam Khomeini selalu mengingatkan bahwa ummat Islam harus memperhatikan persamaan, bukan mencari-cari perbedaan. Beliau mengatakan, “Kami tak berharap tak mempunyai musuh, dan kami juga tak berharap bahwa musuh tak melakukan permusuhan. Akan tetapi kami mengharapkan sesuatu dari kami sendiri, bahwa kami harus mampu mencegah musuh dan permusuhan dengan penuh harapan, keberanian, tekad, persatuan dan tawakal kepada Allah Swt.”

Imam Khomeini menilai deklarasi pemerintahan Islam sebagai konsekuensi yang harus ditempuh untuk persatuan ummat Islam. Melalui pemerintahan Islam, kemerdekaan dan independensi dikumandangkan bagi seluruh ummat Islam. Imam Khomeini menentukan hari Jumat terakhir di bulan Ramadhan sebagai Hari Al-Quds Dunia untuk melawan Rzim Zionis Israel. Selain itu, beliau juga selalu menegaskan urgensi persatuan untuk melawan musuh. Pada prinsipnya, Imam Khomeini dalam seruannya menjadikan masjid-masjid sebagai benteng persatuan dan tempat berkumpulnya ummat Islam. Masjid-masjid dapat bergerak bak media dunia, yang menyampaikan pesan persatuan Islam kepada seluruh penjuru dunia.

Kini, dunia Islam berada dalam kondisi yang sensitif dan krisis. Kekuatan-kekuatan adidaya dan imperialis dunia semakin gencar dalam usaha mereka menjajah, menzalimi, dan menekan umat Islam. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan memecah belah umat Islam dan memicu sentimen antar mazhab. Akan tetapi, Revolusi Islam Iran yang saat ini berada di bawah pimpinanan Ayatullah Udzma Ali Khamenei terus gigih mengibarkan bendera persatuan dan mengingatkan ummat Islam agar mewaspadai makar-makar musuh.

Pada saat yang sama, di dunia tengah muncul gelombang kecenderungan kepada Islam. Setiap tahunnya ribuan orang di Barat meyakini kebenaran Islam dan memeluk agama Ilahi ini. Selain itu, kemajuan pesat bangsa Iran dalam berbagai bidang juga telah menjadi bukti bahwa dengan berpegang kepada Islam dan berlepas diri dari ketergantungan kepada Barat, umat Islam juga mampu meraih kemajuan. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatirkan AS dan Barat. Mereka mencemaskan munculnya gerakan semacam Revolusi Islam Iran yang seperempat abad lalu berhasil mencegah upaya Barat untuk menguasai bangsa Iran. Itulah sebabnya, AS dan sekutu-sekutunya berusaha sekuat tenaga untuk mengucilkan Iran dan menerapkan politik devide et impera sebagai strategi untuk menguasai kawasan Timur Tengah dan negara-negara Islam.

Menyikapi masalah ini, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah Ali Khamenei, menyatakan, “Saat ini, ummat Islam, baik lapisan politisi, budayawan, ruhani baik lapisan masyarakat bawah harus lebih waspada dari sebelumnya. Kenalilah makar-makar musuh, dan kemudian hadapilah mereka… Para ulama tidak seharusnya bersikap diam dalam menghadapi perselisihan antar madzhab, dan para cendekiawan juga tak boleh mengabaikan harapan para pemuda. Para politisi dan pejabat harus mendengarkan aspirasi rakyat dan menjadikan rakyat sebagai poros pengabdian. Negara-negara Islam harus mengokohkan persatuan di antara mereka dan harus menggunakan kekuatan ini untuk menghadapi ancaman negara-negara arogan.”

1 comment:

Muhammad Miqdam Makfi said...

hmmm....menarik abis ya boss tulisannya. Selain isinya yg keren dan motivatoris, bahasanya juga enak en mengalir.

Cuman mo dikit kasih pertimbangan (en pertanyaan mungkin) nih. Beberapa waktu lalu aku pernah baca2 en diskusi soal Iran dan Persia ma temen2ku. Rata2 smuanya stuju deh kalo Iran itu berkembang, maju, dan berdikari itu bukan karena Islam an-sich. Kyke keberadaan agama Islam itu ga menjadi momok utama yang menjadikan Iran maju pesat sampe sekarang.

Menurut yg saya dapat, justru harusnya Islam yg bersyukur krn brhasil menaklukan Persia shg bangsa Arya dkk berkenan memeluk Islam.

Sejarah berujar, semenjak 3000 SM, telah diidentifikasi keberadaan peradaban di Persia. 1500 th kemudian, peradabannya semakin matang dan diakui dunia. Jangan kaget kalau Yunani, salah satu peradaban terbesar dunia, pernah takluk di tangan Persia. Romawi pun sempat merasakan kekalahan di bawah kekuasaanya.

Oleh karenanya, banyak catatan historis yang mengakui bahwa kehidupan dan peradaban di Persia telah mapan sebelum kedatangan Islam. Catatan lain berujar bahwa sejak masuknya Persia dalam wilayah Islam, pergolakan kebudayaan yang ada di Islam makin ramai. Bahkan kajian keilmuan juga makin optimal.

Siapa yang tak kenal dengan Imam Abu Hanifah?khowarizmi?Mulla Sadra?Thobari?siapa pula yang dapat menemukan ulama hadits terkemuka selain Imam Malik yang tidak berbangsa Persia??

hmm..cuman sebatas denger2 en baca2 doang seh, ga sempet liat beneran cos dulu blom lahir..:)

anyway..cuman buat pertimbangan aja..intinya mo ngasih tau aja kl bnyk yg blg bahwa Iran maju bukan krena Islam tapi justru lebih karena emang peradabannya yg udah mapan dan tradisi keilmuan plus reformasi yang sudah mendarah dagingn. so, kira2 gmn ya kalo Iran ga masuk Islam???