Monday, July 2, 2007

Bagaimana seorang ulama Wahabi menjadi lembut

Bagaimana seorang ulama Wahabi menjadi lembut

http://infosyiah.wordpress.com/

Laporan berikut ini adalah peristiwa pertemuan dan dialog antara Hujjatul Islam wal Muslimin Zamani, Ketua Komisi Ahli Sunah Urusan Haji Iran dengan Doktor Abdul Muhsin Qasim salah seorang Imam Jumat di Masjidun Nabi.

Alasan pertemuan

Para Imam Jumat di Masjidun Nabi sangat berperan penting dalam mengarahkan jutaan kaum muslimin yang melakukan haji setiap tahun. Oleh karenanya, akidah mereka akan mempengaruhi cara berpikir kaum muslimin yang hadir. Karena para Imam Jumat di Masjid al-Nabi memiliki keyakinan sesuai ajaran Muhammad bin Abdul Wahab, kebencian terhadap Syiah mendapat porsi dalam ceramah-ceramah itu. Sikap kebencian terhadap Syiah dilontarkan dalam khutbah yang mereka sampaikan dan itu dikonsumsi oleh jutaan kaum muslimin yang mengikuti salat Jumat. Di samping itu, jangan dilupakan bahwa ucapan khatib Jumat Masjidun Nabi dianggap memiliki legalitas syariat yang disampaikan di Masjidun Nabi.

Setelah melihat kenyataan itu, saya (baca: Hujjatul Islam wal-Muslimin Zamani) akhirnya mengambil keputusan untuk mengurangi kebencian yang ada dengan menemui salah satu dari Imam Jumat Masjidun Nabi untuk menjelaskan tentang Syiah. Harapan saya mereka mau sedikit mengendurkan sikap kebencian yang berlebihan atas Syiah.

Imam salat Jumat di Masjidun Nabi

Masjidun Nabi memiliki empat Imam yang meingimami salat Jumat secara bergantian:

1. Syaikh Hudzaifi, seorang Imam Jumat yang pernah menyampaikan khutbahnya secara ekstrim menyerang Syiah ketika mantan presiden Iran Rafsanjani berkunjung ke Arab Saudi. Sikapnya itu membuat Raja Abdullah kemudian memberhentikannya untuk sementara selama 4 tahun sebagai Imam Jumat.

2. D.R. Abdul Muhsin Qasim, yang diangkat setelah Syaikh Hudzaifi diistirahatkan. Kumpulan khutbah Jumatnya kemudian dibukukan dalam dua jilid yang dicetak oleh penerbitan yang dimiliki oleh ayahnya bernama “Dar Qasim”.

3. Syaikh Badir, salah seorang khatib Jumat yang beberapa tahun lalu juga melontarkan ceramah yang keras terkait dengan Syiah. Hal itu membuat ulama Ahli Sunah Iran yang ikut menunaikan ibadah haji menandatangani surat panjang mengkritik sikapnya. Surat itu kemudian dikirimkan ke pihak pemerintah Arab Saudi.

4. Syaikh Husein Alu Syaikh, salah satu khatib Jumat Masjidun Nabi yang masih memiliki darah keturunan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab.

Di antara keempat Imam Jumat yang ada ini, saya memilih Abdul Muhsin Qasim untuk bertemu dan berdialog. Untuk bertemu dengannya, saya meminta tolong kepada salah seorang teman saya yang Ahli Sunah karena punya hubungan dengannya. Saya meminta waktu untuk dapat bertemu dengannya. Teman saya akhirnya berhasil mendapatkan waktu selama setengah jam untuk bertemu dengan Syaikh Abdul Muhsin Qasim.

Pada hari Rabu tanggal 13 Desember 2006 tepat jam 09:30 bersama teman yang mengenalnya, saya bertemu dengan Doktor Abdul Muhsin Qasim di gedung Pengadilan Tinggi Madinah Munawarah. Ia salah seorang ketua Pengadilan Tinggi Madinah. Selain hafal al-Quran, ia juga adalah penulis dan salah satu Qari yang terkenal di Arab Saudi.

Sekalipun ia adalah seorang ulama Wahabi terkenal dan dalam khutbah-khutbah Jumatnya menunjukkan sikap-sikap ekstrimnya, ia seorang yang memiliki kepribadian, berakhlak dan masih muda (umurnya sekitar 35 tahun), ia tidak memanjangkan janggutnya seperti yang lain dan memiliki wajah yang tampan.

Ketika kami memasuki kantornya, banyak karyawan pengadilan yang masuk berhubungan dengannya, begitu pula masyarakat yang punya urusan dengannya. Ini menunjukkan ia sebagai orang yang sibuk. Namun demikian, ia menerima kami dengan hangat.

Membela al-Quran

Setelah saling memperkenalkan diri, kami mulai melakukan dialog. Doktor Abdul Muhsin Qasim memberikan kesempatan pertama kepada saya untuk membuka pembicaraan agar dapat mengetahui lebih jauh cara berpikir saya. Pembicaraan saya mulai dari bidang yang betul-betul saya kuasai; tentang Ulumul Quran. Saya sengaja tidak memilih kajian keagamaan, tapi langsung berbicara mengenai perhatian saya dalam usaha membela al-Quran dari sanggahan para Orientalis Barat. Bahkan saya menjelaskan tentang desertasi doktoral saya dalam bidang ini, judulnya “Kritik pandangan terpenting para Orientalis mengenai al-Quran”. Setelah itu saya melaporkan sedikit mengenai perhatian Iran akan al-Quran dan penelitian mengenai al-Quran. Yang saya tekankan adalah perlunya kerja sama ulama dunia Islam untuk memperkenalkan ajaran-ajaran al-Quran yang tinggi sesuai dengan kebutuhan dan dengan bahasa yang sesuai.

Saya jelaskan bahwa Kementrian Pendidikan Tinggi Iran menyepakati usulan saya untuk mendirikan sebuah jurusan baru untuk tingkat doktoral dengan nama “al-Quran dan Orientalis”. Mendengar itu ia sangat bersemangat mengetahui lebih banyak.

Setelah mendengar apa yang saya sampaikan, ia merasa bahwa iran san orang-orang Syiah punya kepedulian yang besar terhadap al-Quran, di luar dari perbedaan mazhab yang ada. Ia memuji sikap yang demikian.

Perasaan seide

Setelah mendengar semua pembicaraan saya, terlihat ia merasa seide dan bersaudara yang tulus. Setelah itu, ia mengajukan beberapa pertanyaan tentang Ahli sunah yang di Iran dengan cara yang bersahabat. Ia mempertanyakan fasilitas yang diberikan oleh urusan haji Iran kepada Ahli Sunah. Dan yang lebih penting lagi, pertanyaannya mengenai perbedaan Syiah dan Ahli Sunah di Iran dengan gaya ingin tahu. Beberapa tema di bawah ini menjadi fokus dialog kami:

1. Laporan tentang fasilitas yang diberikan oleh kantor Urusan Haji Iran kepada calon haji yang bermazhab Ahli Sunah, data statistik Ahli Sunah yang naik haji dan bagaimana cara memilih ulama yang menyertai rombongan haji.

2. Laporan tentang kebebasan mahasiswa Iran yang bermazhab Ahli Sunah dan mahasiswa luar negeri yang bermazhab Ahli Sunah di universitas-universitas Iran, universitas milik Yayasan Taqrib Bainal Mazahib, pusat pendidikan Islam yang dikhususkan untuk santri luar negeri di Qom, Universitas al-Rasul al-Akram di daerah Gorgan yang dikhususkan untuk santri luar negeri Ahli Sunah dan beberapa penjelasan mengenai sistem pendidikan di Iran.

3. Memperkenalkan aktivitas terkait dengan al-Quran dan Hadis dari kantor Urusan Haji Iran, begitu juga Yayasan Darul Hadits.

4. Kejujuran dan kebenaran yang senantiasa dicari oleh ulama dari setiap mazhab baik yang Syiah maupun Sunni dalam usaha untuk menguasai pengetahuan Islam dari al-Quran dan Hadis, begitu juga tentang bagaimana saat ini al-Quran dan Hadis mulai ditinggalkan orang. Semua itu berdasarkan hadis yang berbunyi: “Seorang mujtahid bila benar dalam usahanya akan mendapatkan dua pahala, sementara bila salah ia mendapat satu pahala”.

Sahabat yang baik

Dialog kami begitu bersahabat sehingga waktu yang semula ditentukan hanya setengah jam telah lewat menjadi satu jam. Tepat setengah jam dari dialog kami berlalu, sekretarisnya datang dan mengingatkan bahwa banyak orang yang berurusan dengannya sedang menantinya. Ia menjawab, “Untuk sementara Anda yang melakukan tugas-tugasku dengan mereka dan tutup kembali pintunya”.

Melihat kejujuran dan perhatian terhadap agama serta jawaban beberapa pertanyaannya mengenai masalah yang selama ini ada buat dia sangat mengesankan. Akhirnya, kami sudah seperti dua orang sahabat yang baik yang telah lama saling mengenal.

Setelah sejam berlalu dan dialog usai saya bangkit dari duduk dan hendak mengucapkan salam perpisahan, ia berkata: “Saya tidak akan memperkenankan Anda untuk keluar dari ruangan ini. Anda harus tinggal bersama saya untuk makan siang bersama”. Saya menjawab: “Saat ini, mereka yang berurusan dengan Anda sangat banyak dan saya juga punya kerjaan lain. Insya Allah pada kesempatan lain saya akan menerima ajakan Anda”. Ia berkata: “Sore hari ini saya harus pergi ke Riyadh dan untuk beberapa hari saya tidak di Madinah. Apakah Anda akan kembali lagi beberapa hari kemudian?” Saya menjawab: “Kemungkinan besar saya akan kembali lagi ke Madinah”.

Setelah itu ia menyalami saya dengan hangat dan berkata: “Saya menunggu. Bila Anda kembali, pastikan ke sini dan makan malam bersama saya”. Saya menjawab: “Bila kembali, saya pasti akan datang kepada Anda”.

Pengaruh!

Tidak pernah terpikirkan oleh saya bagaimana seorang Imam Jumat Masjidun Nabi yang memiliki posisi di tengah masyarakat dengan cara pandang Wahabi dapat berubah setelah sejam berdialog. Seakan-akan bak ayat al-Quran yang berbunyi “Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia (Fushshilat: 34).

Setelah aku berpikir, sangat disayangkan sebagian dari ulama Syiah yang tidak melakukan dialog sehat dengan ulama mazhab lain untuk menghilangkan kerancuan pemahaman yang selama ini ada mengenai Syiah. Tidak adanya dialog sehat seperti ini membuat kita menderita permusuhan dan konflik selama berabad-abad.

No comments: